SOLO, (SuaraJateng.id)- Seribu empat ratus tujuh puluh iklan rokok yang tersebar di seluruh Kota Surakarta menjadi ganjalan Kota Surakarta dalam mencapai predikat Kota Layak Anak (KLA) Utama di Indonesia. Hal ini dikatakan Belva Aulia Ketua Forum Anak Surakarta pada acara diskusi tentang Konvensi Hak Anak di Ruang Seminar FISIP UNS, (31/10/2019).
“Inilah yang menjadi kendala utama Kota Surakarta menuju predikat Kota Layak Anak Utama, kami dari Forum Anak Surakarta melakukan survey di sekitar kota”, kata Belva yang belum lama ini di undang ke Jerman untuk berbicara tentang Kota Layak Anak.
Sementara dari UNICEF Indonesia, Ari Rukmantara mengatakan saat ini konsen UNICEF ialah pengaruh perubahan iklim di Indonesia terhadap anak di Indonesia. Serta pengaruh sosial media yang positif bagi anak-anak, dimana partisipasi anak menjadi perhatian besar.
Diskusi ini merupakan rangkaian peringatan 30 tahun Konvensi Hak Anak (KHA) pada 20 November 2019 yang akan diselenggarakan di Taman Jayawijaya, Mojosongo, Surakarta. Beragam temuan menarik dapat menjadi benang merah perjalanan panjang KHA. Praktiknya, delapan kluster KHA ini menjadi ruh dari pelaksanaan regulasi tentang anak dan program nasional KLA.
Kegiatan diskusi ini merupakan kerjasama Prodi Sosiologi, FISIP, UNS, Sahabat Kapas, UNICEF Indonesia dan Pemerintah Kota Surakarta. Tujuan dari penyelenggaraan diskusi ialah untuk berbagi informasi, pengalaman, atau perkembangan isu anak dalam format panelis. Mahasiswa UNS diharapkan mampu tumbuh empatinya sehingga ikut berkontribusi memperbaiki, meningkatkan pemenuhan hak anak.
Uthie Awamiroh dari Sahabat Kapas berbicara tentang hak kesehatan reproduksi dan seksualitas pada remaja di lapas. Eri Wahyuningsih dari komunitas Perempuan Bangkit Kab. Banyumas tentang kerentanan remaja yang menjadi anak dari buruh migran seperti perkawinan anak, kekerasaan, penelantaran, dll. Berikutnya ada Hidayatus Sholichah dari LPA Klaten tentang praktik bullying dan disiplin positif di beberapa SMP. Perlu adanya dialog untuk memperbaiki perilaku anak menjadi prioritas yang kemudian diikuti pengenalan konsekuensi logis daripada hukuman.
Rachma Safitri dari Kampung Halaman Yogyakarta mengatakan bahwa selama ini kita perlu untuk lebih mendengarkan soal anak remaja dengan menggunakan media audio visual. Mendengar membuat kita lebih tahu masalah anak. Pendekatan yang dilakukan untuk tahu permaslahan anak adalah buat sendiri cerita remaja berdasarkan pengalaman terdekat, penting genting, ada tujuan jelas.
Hadi Utomo dari Yayasan Bahtera Bandung adalah maestro KHA di Indonesia. Menyampaikan fase utama anak agar terbebas dari situasi buruk adalah 2 kali 7 tahun kehidupan pertama. Kasih sayang, perhatian, dan dihargai orang tua. Kekosongan hukum di Indonesia dalam pemenuhan hak anak adalah aturan hukum tentang ketelantaran jiwa atau kasih saying, karena fokus pada penelantaran ekonomi.
“Banyak orang dengan kecerdasaan intelektual tinggi seperti doktor, profesor, pejabat yang ditangkap KPK,” ujar Hadi Utomo.
Hadi menambahkan bahwa banyak dari kita yang memiliki kecerdasan intelektual namun sangat memperihatinkan dari sisi kecerdasan mental. Salah satu penyebabnya ialah kecerdasaan mental ketika masa anak tidak dibangun dengan kasih sayang. Belum ada aturan peraturan daerah yang mengharuskan ada layanan konseling oleh praktisi ahli bagi anak yang bermasalah.
Reporter: Kukuh Subekti
Editor: Tori Nuariza