Membaca Aksi Protes Mahasiswa, Hongkong dan Indonesia

(Suarajateng.id) — Gerakan protes yang terjadi di Indonesia pada beberapa pekan kemarin yang melibatkan beberapa elemen mulai dari mahasiswa, pelajar SMK, LSM, hingga buruh bisa dibilang merupakan aksi protes dengan skala besar setelah aksi protes yang dilakukan oleh kelompok Islam akhir tahun 2018 kemarin.

Aksi Protes dengan skala besar yang terjadi seluruh daerah hingga di pemerintahan pusat Jakarta ini berjalan hingga beberapa hari berturut-turut dengan membawa narasi yang sama yaitu penolakan terhadap rancangan RUU KUHP, RUU KPK hingga beberapa isu yang sentral, tetapi mungkin terhindar dari pengamatan media. Perancangan peraturan undang undang ini dinilai terlalu bermasalah apalagi keputusan terlalu tergesa-gesa di dalam mengejar target sebelum sidang Paripurna Terakhir.

Protes yang dipelopori oleh gerakan mahasiswa di Indonesia ini bisa dibilang dengan narasi paling elit setelah pasca reformasi semisal isu soal BBM, dan isu soal politik ekonomi lainya. Narasi yang dibangun dalam isu soal kemanusiaan dan keadilan tersebut hampir sama dengan kasus aksi protes mahasiswa yang dilakukan di hongkong terkait RUU Ekstradisi. Di Hongkong, aksi protes juga dilakukan oleh mahasiswa hingga pelajar sekolah.

Protes yang terjadi di hongkong  ini bisa berjalan dengan waktu yang lama, isu RUU Ekstradisi merupakan amandemen dalam UU Ekstradisi yang mengijinkan pemerintah dan pengadilan hongkong untuk mengekstradisi warga yang terlibat dalam kasus kriminal dalam china daratan.

Menurut John lofland, protes  merupakan pemihakan yang terang terhadap sesuatu yang mungkin dianggap mewakili mayoritas dan ini yang dianggap berbahaya bagi kekuasaan tersebut. Protes yang dilakukan beramai-ramai dan biasanya berupa pembangkangan, keluhan, keberatan dan ketidaksesuaian secara ide atau gagasan ini tentunya harus terselesaikan secara tuntas sampai pemerintah mengambil keputusan atas aksi protes yang dilakukannya.

Sementara itu, Gerakan aksi protes mahasiswa di Indonesia mempunyai sejarah tersendiri dialam merubah tatanan sosial masyarakat indonesia. Maka, memang perlu solidaritas antar elemen mahasiswa untuk bersatu melawan bentuk tirani yang ada.

Protes yang dilakukan oleh mahasiswa dan pelajar di Indonesia dengan skala besar ini bisa di prediksi di setiap 10 tahun semenjak peristiwa  Malari hingga sekarang. Hampir setiap 10 tahun protes mahasiswa ini melibatkan jumlah mahasiswa yang banyak dalam skala besar nasional dan  menyeluruh ke daerah. Narasi yang diangkat juga berbeda-beda, jika kebijakan yang akan dilakukan oleh pemerintahan tidak bisa di terima oleh kalangan masyarakat banyak.

Protes terhadap pemerintah harus tetap terjaga dan didukung sebagai kelompok intelektual, seharusnya mahasiswa belajar dan jauh dari pusat kekuasaan untuk bisa mampu menalar secara independen dan kritis. Mahasiswa juga dituntut dalam Tridharma perguruan tingginya untuk selalu berpihak pada bentuk ketidakadilan dan kesewenang-wenangan. Dan protes merupakan salah satu bentuk cara yang konkret untuk menyampaikan aspirasi terhadap pemerintahan.

Penulis: Much Pandu Irawan, mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik, Universitas Indonesia

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.