SOLO, (SuaraJateng.id) — Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Zakat 2019 di Surakarta, Jawa Tengah, selama tiga hari, pada Senin-Rabu (4-6/03/2019).
Ketua Umum BAZNAS, Prof. Dr. Bambang Sudibyo, MBA, CA, dalam konferensi pers di arena Rakornas Zakat 2019, Hotel Sunan, Kota Surakarta, Senin (04/03) sore mengingatkan agar pengelolaan zakat disamakan dengan pajak.
“Ada beberapa perkembangan mutakhir yang menginspirasi dan memicu kami di BAZNAS pusat untuk memikirkan kembali desain sistem perzakatan nasional”, tukasnya.
“Dengan desain baru tersebut, kami yakin baik pengumpulan maupun pendistribusian zakat akan jauh lebih baik,” ujarnya.
Bambang Sudibyo mengingatkan imbauan Menteri Keuangan pada Seminar Keuangan Syariah Internasional di Yogyakarta, September tahun 2017.
“Dalam kesempatan itu, Ibu Menteri menghimbau agar ‘pengumpulan zakat dikelola seperti pengumpulan pajak’. BAZNAS bersetuju berat dengan imbauan Ibu Menteri Keuangan tersebut,” paparnya..
Oleh karena itu, menurut Bambang, tradisi pengelolaan pengumpulan zakat yang dibangun oleh Rasulullah SAW dan para khulafa’ al-rasyidin, memang mirip dengan pengelolaan pengumpulan pajak.
“Yaitu bahwa zakat bersifat wajib seperti wajibnya pajak dan dipungut oleh negara seperti halnya pajak,” pungkasnya.
Bambang mencontohkan negara yang sudah menerapkan sistem pengumpulan zakat seperti yang disarankan Menteri Keuangan, yaitu Malaysia.
“Untuk meminimalkan resistensi umat Islam terhadap ketentuan wajib berzakat tersebut, maka Pemerintah Malaysia memberikan insentif pajak yang lebih baik, yaitu bahwa zakat yang dibayarkan kepada negara mengurangi kewajiban pajak penghasilan,” tandasnya.
Bagi para muzaki, jelas Bambang, insentif seperti itu jauh lebih baik dari yang berlaku di Indonesia sekarang ini, dimana zakat yang dibayarkan kepada BAZNAS atau LAZ mengurangi penghasilan kena pajak.
“Jika Indonesia menerapkan sistem pengumpulan zakat seperti yang berlaku di Malaysia itu, maka potensi zakat di Indonesia akan meningkat drastis dari 1,57 persen PDB menjadi 3,4 persen PDB,” jelasnya.
Itu berarti bahwa untuk tahun 2018, potensi zakatnya meningkat dari Rp 230 triliun menjadi Rp 499 triliun.
“Dengan imperatif wajib dan insentif pajak seperti itu kami di BAZNAS pusat yakin bahwa realisasi pengumpulan zakat oleh BAZNAS dan LAZ akan meningkat berlipat ganda mendekati potensinya,” imbuhnya.
Untuk itu, menurut Bambang, perlu menindaklanjuti anjuran Menteri Keuangan tentang sistem pengelolaan pengumpulan zakat seperti sistem pengelolaan pengumpulan pajak, menjadi sangat penting.
“Sebagai konsekuensi yuridis adalah, UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan harus diamandemen”, tandasnya.
Red: Tori Nuariza