SOLO, (Suarajateng.id) –Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menggelar rapat koordinasi percepatan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA), di Hotel Alila Solo, Jawa Tengah, Senin hingga Rabu (15-17/10/2018). Rapat koordinasi ini digelar lantaran masih ada 128 daerah di Indonesia belum menginisiasi pembangunan KLA.
Lenny N Rosalin, Deputi Menteri PP-PA Bidang tumbuh Kembang Anak mengatakan, KPPPA telah mengembangkan kebijakan KLA sejak tahun 2006 dan melakukan revitalisasi pada tahun 2010 hingga 2011. Pihaknya menargetkan tahun 2019 jumlah kabupaten Kota yang menyelenggarakan KLA mencapai 514 daerah. Hingga bulan juli 2018 pihaknya mencatat sudah ada 386 Kabupaten/Kota yang telah menyelenggarakan pembangunan KLA.
“Ini masih 128 kabupaten/kota tiga puluh persen dari target. Jadi, kami ingin mendorong untuk segera menginisiasi pembangunan KLA,” ujar Lenny, Senin (15/10/2018).
Menurut Lenny, terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan 128 daerah belum menginisiasi permbangunan KLA. Sejumlah daerah menganggap pembangunan KLA sulit didilakukan. Belum adanya komitmen kepada daerah dan sinergisitas antar Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) juga menjadi faktor yang penghabbat pembangunan KLA.
Oleh karena itu, rapat koordinasi percepatan KLA sengaja mengundang kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Pabbeda) serta Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Sebab menurut Lenny, Bappeda memiliki peran pengting dalam perencanaan program agar dapat menjadi agenda kerja OPD dan berbagai instansi.
“Karena pembangunan KLA itu bukan hanya jadi tugas Dinas PPPA tapi ini kerja keroyokan, jadi memang harus dikawal sejak dari perencanaannya. Dan memang faktanya seringkali undangan dari Dinas PPPA kurang ditanggapi oleh OPD lain, beda kalau yang mengundang Kepala Daerah atau Bappeda,” ungkap Lenny
Selain sinergisitas Bappeda dan Dinas PPPA, Komitmen Kepala daerah juga menjadi kunci penting pembangunan KLA. Oleh sebab itu ia meminta pembangunan KLA ditiap daerah diperkuat dengan Perda, sehingga menjadi komitmen pemerintah daerah untuk melaksanakannya.
“Jadi jangan sampai ganti kepala daerah programnya tidak berlanjut. Maka pondasinya harus diperkuat dengan perangkat hukum, bisa berupa Perda,” pungkasnya. (Arief)